Wonsan Kalma Jadi Wisata – Sebuah langkah mengejutkan diambil oleh Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Kawasan yang dulunya menjadi lokasi uji coba rudal strategis, kini telah bertransformasi menjadi Wonsan Kalma, sebuah resor mewah di pantai timur negara tersebut. Inisiatif ini menandai upaya Korea Utara untuk mengembangkan sektor pariwisata sebagai salah satu sumber pendapatan.
Baca Juga : Rekening Bansos Terindikasi Judi Online: Komitmen Pemerintah Prabowo dalam Menjaga Integritas Bantuan Sosial
Wonsan Kalma Jadi Wisata: Dari Situs Militer ke Destinasi Wisata
Resor Wonsan Kalma membentang di sepanjang garis pantai sepanjang 4 kilometer, menawarkan fasilitas lengkap bagi pengunjung. Yang menarik, Wonsan Kalma juga merupakan lokasi vila-vila pribadi kaum elit Korea Utara, termasuk milik Kim Jong Un sendiri. Pemerintah Korea Utara merancang resor ini agar dapat menampung hingga 20.000 pengunjung sekaligus.
Pemerintah Korea Utara telah membuka resor Wonsan Kalma untuk wisatawan domestik sejak 1 Juli 2025. Namun, mereka belum memberikan kejelasan kapan resor ini akan dibuka secara resmi untuk wisatawan asing.
Pariwisata sebagai Strategi Ekonomi
Langkah Kim Jong Un menyulap kawasan militer menjadi resor mewah bertujuan meningkatkan sektor pariwisata di Korea Utara. Korea Utara termasuk salah satu negara termiskin di dunia dan selama ini mengalokasikan sumber dayanya untuk kepentingan militer. Negara itu juga banyak membangun monumen dan bangunan bersejarah. Beberapa pengamat menilai pembukaan resor mewah ini sebagai cara termudah dan tercepat untuk mendapatkan pemasukan ekonomi.
Meskipun Korea Utara mulai membuka diri bagi beberapa turis asing, pemerintah hanya mengizinkan sebagian besar pengunjung dari negara-negara yang telah lama menjalin hubungan persahabatan dengan Pyongyang, seperti Tiongkok dan Rusia.
“Saya berharap ini bisa menjadi sinyal pembukaan kembali pariwisata internasional yang lebih luas,” kata Rowan Beard. Sayangnya, menurutnya, hal itu tampaknya tidak terjadi untuk saat ini. Sebelumnya, Korea Utara sempat membuka pintu pariwisata melalui perbatasan Tiongkok pada Februari 2025. Namun, pemerintah Korea Utara tiba-tiba menghentikan kebijakan tersebut beberapa minggu kemudian tanpa memberikan alasan yang jelas.
Skeptisisme dan Daya Tarik Unik
Melihat rekam jejak tersebut, beberapa agen perjalanan menyatakan skeptisisme mereka terhadap daya tarik resor Wonsan Kalma bagi wisatawan Barat. “Wonsan tidak mungkin menjadi daya tarik utama bagi sebagian besar wisatawan Barat,” kata Beard. Ia menambahkan, justru beberapa tempat di Korea Utara yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan internasional adalah Pyongyang, DMZ (Zona Demiliterisasi), dan tempat-tempat bersejarah bernuansa brutalist atau komunis lainnya.
Elliott Davies, Direktur Uri Tours, menyampaikan pandangan berbeda. Ia menilai Korea Utara memiliki daya tarik khusus bagi wisatawan yang tertarik pada destinasi tidak konvensional. Elliott mengungkapkan ketertarikannya untuk merasakan sesuatu yang familiar seperti resor pantai yang hadir dalam konteks budaya unik Korea Utara, sekaligus menyoroti keunikan yang ditawarkan Wonsan Kalma.
Awal Era Baru Pariwisata Korea Utara?
Agensi Berita Sentral Korea (KCNA) menggambarkan pembangunan Wonsan Kalma sebagai tonggak sejarah yang “besar dan penting bagi seluruh negeri.” Pengamat menilai resor ini sebagai permulaan era baru dalam pariwisata Korea Utara. Pemerintah awalnya menjadwalkan pembukaan proyek ini pada Oktober 2019, namun mereka menunda pembangunannya sebelum pandemi COVID-19 melanda. Baru pada 24 Juni 2025, mereka menyatakan bahwa pembangunan resor ini telah selesai.
Beberapa operator tur memperkirakan bahwa resor tersebut kemungkinan besar akan dibuka terlebih dahulu untuk wisatawan Rusia, yang saat ini merupakan satu-satunya warga negara asing yang diizinkan masuk ke beberapa bagian negara tersebut.
Transformasi Wonsan Kalma dari situs uji coba rudal menjadi resor pariwisata mewah ini menunjukkan ambisi Korea Utara untuk diversifikasi ekonomi. Namun, apakah langkah ini akan berhasil menarik wisatawan global secara signifikan, masih menjadi pertanyaan besar yang akan dijawab oleh waktu dan perkembangan kebijakan luar negeri Pyongyang.