Beranda » Tergiur Gaji Dolar, Wanita Asal Yogyakarta Dijebak Sindikat Penipuan Online di Kamboja

Tergiur Gaji Dolar, Wanita Asal Yogyakarta Dijebak Sindikat Penipuan Online di Kamboja

Sindikat Penipuan Online Kamboja – Kisah pilu menimpa Puspa, seorang perempuan muda asal Yogyakarta, yang terperangkap dalam jerat sindikat penipuan online di Kamboja. Tawaran pekerjaan menggiurkan di media sosial membuat Puspa terjebak, dijual, dan dipaksa menjadi scammer dengan target fantastis.

baca Juga : BRI Dukung Gaya Hidup Sehat Generasi Urban dengan Gelar BRImo SIP Padel League 2025

Awalnya, Puspa begitu yakin saat seorang kenalan dari media sosial menjanjikannya pekerjaan sebagai staf restoran Thailand dengan iming-iming gaji dolar. Namun, kenyataan menghancurkan impiannya ketika ia tiba bukan di Thailand, melainkan di Ho Chi Minh, Vietnam. Di sana, orang-orang dari sindikat menjemputnya secara paksa dan membawanya ke Kamboja. Di tempat itulah, mereka memaksa Puspa memulai petualangan mengerikannya sebagai pelaku penipuan online.

Sindikat Penipuan Online Kamboja Jebakan Manis Bermula dari Postingan Pencarian Kerja

Ia memposting niat mencari pekerjaan beserta pengalaman kerjanya di Facebook. Tak lama berselang, seorang perempuan menghubunginya melalui inbox dan menawarkan posisi staf dapur di restoran Macau, yang kemudian bergeser menjadi restoran Thailand.

“Saya cari pekerjaan di sosial media Facebook. Saya memposting saya bisa kerja, apa pengalaman saya. Lalu ada seorang wanita yang inbox ke Facebook saya. Dia menawarkan pekerjaan awalnya di Macau,” tutur Puspa.

Komunikasi antara keduanya berlanjut intens melalui WhatsApp selama sebulan, termasuk panggilan telepon dan video call. Mereka menjanjikan kepada Puspa bahwa mereka akan mengurus semua dokumen dan izin kerja setelah ia tiba di Thailand. Namun, kecurigaan mulai muncul ketika tiket yang ia terima menunjukkan tujuan ke Ho Chi Minh, Vietnam, bukan Thailand.

Setibanya di Ho Chi Minh, seorang pria bermotor menjemput Puspa dan membawanya melintasi perbatasan hingga memasuki wilayah Kamboja. “Dari Ho Chi Minh, seorang pria menggunakan motor menjemput saya untuk menuju ke Kamboja. Tapi saat itu saya belum tahu kalau saya akan dibawa ke Kamboja,” kenangnya.

Dijual dan Dipaksa Menjadi Scammer Profesional

Di Kamboja, Puspa kehilangan kontak dengan perekrutnya. Mereka lalu membawa Puspa ke sebuah pasar, tempat ia melihat seorang pria Tiongkok menyerahkan sejumlah uang kepada pengawalnya. Setelah itu, mereka menggiring Puspa ke sebuah apartemen dan memaksanya masuk ke ruangan yang dipenuhi puluhan pria yang bekerja di depan komputer. Di saat itu, Puspa menyadari kenyataan pahit: mereka telah “menjualnya” kepada sindikat penipuan.

Kebingungan dengan pekerjaan barunya, Puspa memberanikan diri bertanya kepada salah satu orang di sana. Jawaban yang ia terima sangat mengejutkan: mereka bekerja sebagai scammer atau penipu online. “Ini sebenarnya kita kerja apa? Dia bilang, ‘Kita bekerja sebagai scammer atau penipuan online.'”

Meskipun hanya lulusan SMP dan tidak terbiasa menggunakan komputer, Puspa tidak memiliki pilihan. Mereka memaksa Puspa mengikuti sistem kerja yang sudah terstruktur, yang terdiri dari customer service (CS), resepsionis, mentor, dan leader. Mereka membebankan target sangat tinggi kepadanya, yaitu mencapai Rp300 juta per bulan. Jika Puspa gagal memenuhi target, mereka akan memotong gajinya atau bahkan tidak membayar sama sekali. Lebih parah lagi, mereka mengancam akan menyiksanya atau menjualnya ke perusahaan penipuan lain jika ia terus gagal mencapai target tersebut. “Kalau tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman,” ujar Puspa, mengenang ketakutannya.

Modus Operandi Penipuan yang Menargetkan Warga Indonesia

Puspa juga mengungkapkan bahwa para pelaku menjalankan sistem scam ini secara sangat profesional dan secara spesifik menargetkan warga negara Indonesia. Mereka mengembangkan aplikasi khusus yang tidak tersedia di Play Store, lalu menawarkan top up atau deposit dengan iming-iming bahwa dana bisa ditarik kembali.

Sindikat akan mengarahkan para korban untuk bergabung dalam grup Telegram. Mengejutkannya, mereka hanya menempatkan satu korban asli di dalam grup tersebut, sementara empat akun lainnya adalah aktor palsu yang mereka kendalikan. Dalam grup itu, mereka menggiring korban untuk terus percaya dan melakukan top up hingga puluhan juta rupiah, sampai akhirnya korban menyadari telah menjadi korban penipuan.

Kisah Puspa menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk selalu waspada terhadap tawaran kerja yang terlalu menggiurkan di media sosial, terutama yang melibatkan penempatan di luar negeri dengan proses yang tidak transparan. Modus operandi sindikat penipuan semakin canggih, dan satu-satunya perlindungan adalah dengan meningkatkan kewaspadaan dan tidak mudah percaya pada janji-janji manis yang tidak masuk akal.

madebekel

Kembali ke atas