Penerima Bansos Terindikasi Judi – Validasi data penerima bantuan sosial (bansos) menjadi sorotan tajam setelah PPATK mengumumkan temuan mengejutkan. Sebanyak 571.410 penerima bansos di Indonesia terindikasi terlibat dalam aktivitas judi online (judol). Data PPATK tahun 2024 menunjukkan bahwa dari 28,4 juta NIK penerima bansos, sekitar 9,7 juta NIK terindikasi bermain judol. Dari jumlah tersebut, lebih dari setengah juta NIK merupakan penerima bansos aktif. Temuan ini memicu kekhawatiran serius karena pemerintah dinilai gagal menyalurkan bansos secara tepat kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Baca Juga : Peringatan Keras: Bahaya Menerbangkan Layang-Layang Dekat Bandara, Ancam Keselamatan Penerbangan!
Penerima Bansos Terindikasi Judi Penelusuran Hati-hati: Korban atau Pelaku?
Meski demikian, ada pandangan lain yang menyerukan kehati-hatian dalam menyikapi temuan ini, mengingat adanya potensi penyalahgunaan data pribadi. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, mendesak pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menelusuri secara mendalam temuan PPATK ini.
Puan menekankan pentingnya penelusuran untuk memastikan apakah penerima bansos tersebut benar-benar terlibat judi online, atau justru menjadi korban penyalahgunaan NIK dan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Puan meminta pemerintah menindaklanjuti temuan ini dengan hati-hati dan menelusurinya secara tuntas. Ia menekankan pentingnya validasi data agar pemerintah tidak menjadikan masyarakat rentan sebagai korban dua kali. Puan menyampaikan pernyataan ini pada Jumat (11/7/2025).
Puan mengungkapkan kekhawatirannya akan modus jual beli rekening dan penyalahgunaan identitas yang kerap terjadi dalam praktik judol. Jika hasil penelusuran menunjukkan adanya penyalahgunaan data, ini akan menjadi indikasi lemahnya sistem perlindungan data pribadi masyarakat. Puan menegaskan bahwa jika orang lain bisa memakai NIK untuk transaksi judi online, maka pemerintah telah gagal melindungi data. Ia menuntut pemerintah segera membenahi sistem perlindungan data yang masih lemah itu. Perlindungan data pribadi adalah bagian dari perlindungan hak warga negara,” tegas politikus PDI-P itu.
Sanksi dan Evaluasi Sistem DTKS
Senada dengan Puan, Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq juga menyerukan agar temuan PPATK ini segera ditindaklanjuti oleh Kemensos. Ia melihat momentum ini sebagai peluang emas untuk mengevaluasi secara menyeluruh proses verifikasi data penerima bansos.
Maman menegaskan bahwa pemerintah harus segera menghentikan bantuan sosial kepada 571.410 penerima jika hasil validasi membuktikan mereka bermain judi online. “Negara tidak boleh membiayai gaya hidup yang merusak,” ucap Maman. Ia juga meminta Kemensos untuk berkoordinasi erat dengan PPATK dalam menindaklanjuti laporan tersebut.
Kemensos sendiri memiliki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sebuah sistem induk yang berisi data masyarakat yang berhak menerima bansos. DTKS, yang kini telah diverifikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menjadi prasyarat bagi penerima berbagai program bansos pemerintah. Program tersebut mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan iuran BPJS Kesehatan melalui skema PBI JKN. DTKS juga mencakup Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan berfungsi sebagai data induk kesejahteraan sosial. Data ini memuat informasi tentang Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), penerima bantuan dan pemberdayaan sosial, serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial.
Temuan PPATK ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk terus meningkatkan akurasi data, memperketat verifikasi, dan memperkuat perlindungan data pribadi demi memastikan bansos benar-benar sampai kepada yang berhak dan tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal yang merugikan masyarakat.