Jakarta – Pemerintah mengumumkan reformasi signifikan dalam skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang akan mulai berlaku pada tahun 2026. Kebijakan baru ini bertujuan untuk memperkuat akses pembiayaan bagi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan menghapus sejumlah pembatasan dan menetapkan skema bunga yang lebih menguntungkan.
Baca Juga : Melangkah Menuju Indonesia Cerdas: Peluncuran Program Digitalisasi Pembelajaran oleh Presiden Prabowo
Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menjelaskan bahwa perubahan mendasar ini mencakup penghapusan batasan jumlah pengajuan KUR serta penetapan suku bunga tunggal yang seragam.
Batasan Pengajuan Dihapus, Bunga Flat 6 Persen
Selama ini, debitur KUR menghadapi batasan maksimal pengajuan, yaitu empat kali untuk sektor produksi dan dua kali untuk sektor perdagangan. Menurut Maman, aturan tersebut tidak akan berlaku lagi mulai tahun 2026.
“Kalau selama ini KUR itu dibatasi pengambilannya sampai empat kali saja, sekarang sudah dibuka. Jadi bisa beberapa kali, repetisinya bisa beberapa kali sampai UMKM-nya betul-betul kuat dan siap untuk lepas,” kata Maman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Selain itu, skema bunga berjenjang (meningkat setiap kali pengajuan) juga dihapus. Mulai 2026, semua pengajuan KUR, baik yang pertama hingga kelima, akan dikenakan bunga flat 6 persen per tahun.
“Jadi mau yang pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, semua flat 6 persen,” tegasnya.
Kebijakan ini akan diformalkan melalui revisi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR.
Peningkatan Target dan Prioritas Sektor Produksi
Seiring dengan relaksasi aturan, Pemerintah juga menaikkan target plafon penyaluran KUR. Pada tahun 2026, target penyaluran ditetapkan sebesar Rp 320 triliun, meningkat dari target tahun 2025 yang sebesar Rp 286,61 triliun.
Pemerintah juga meningkatkan porsi penyaluran KUR untuk sektor produksi menjadi 65 persen. Peningkatan target ini didasarkan pada lonjakan kinerja penyaluran ke sektor produksi yang mencapai 60,7 persen pada tahun berjalan, dengan target penutupan tahun 2025 sebesar 61 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa penyesuaian regulasi ini diperlukan untuk menjaga akses pembiayaan UMKM di tengah dinamika ekonomi global.
“Sebelumnya kita punya regulasi KUR itu dibatasi perpanjangannya, karena akan didorong untuk menarik debitur-debitur baru. Nah oleh karena itu dalam regulasi ke depan dengan situasi perekonomian saat sekarang, kita tetapkan single tarif yaitu 6 persen,” ujar Airlangga.
Ia menambahkan, sektor produksi, pertanian, dan perdagangan untuk ekspor tetap menjadi prioritas. Debitur dapat menarik ulang pinjaman KUR selama masih memenuhi kriteria yang ditetapkan, menegaskan prinsip keberlanjutan dukungan finansial.
Plafon KUR Ditingkatkan Hingga Rp 1 Miliar
Selain kebijakan yang berlaku mulai 2026, Pemerintah juga menyiapkan perluasan akses pembiayaan KUR pada tahun berjalan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Aminuddin Ma’ruf, mengungkapkan bahwa pemerintah dan kementerian terkait telah mengevaluasi program kredit pemerintah. Salah satu hasilnya adalah peningkatan plafon KUR untuk sektor UMKM.
“KUR-nya sendiri bisa sampai Rp 1 miliar dari sebelumnya maksimal Rp 500 juta,” ujar Aminuddin dalam Business Forum di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Program peningkatan plafon ini melibatkan bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyalur, Perum Perumnas sebagai pelaksana (terkait sektor perumahan), serta Askrindo dan Jamkrindo sebagai penjamin kredit. Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk tidak hanya melonggarkan aturan pengajuan, tetapi juga memperbesar daya ungkit finansial bagi UMKM.