Gempa Rusia Guncang Dunia – Gempa bumi bermagnitudo 8,7 yang melanda Semenanjung Kamchatka, Rusia, pada Rabu (30/7/2025), bukan sekadar peristiwa lokal. Menurut pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Irwan Meilano, gempa ini adalah “alarm bahaya” yang kuat bagi negara-negara yang berada di Cincin Api Pasifik, termasuk Indonesia.
Baca Juga : Skandal Korupsi Jembatan Merah: Adik Ipar Ganjar Pranowo Divonis 1,5 Tahun Penjara
Prof. Irwan menjelaskan bahwa gempa ini terjadi di wilayah yang dikenal sebagai seismic gap, yaitu zona yang secara historis pernah mengalami gempa besar namun telah lama tidak aktif. “Artinya, ini adalah bom waktu yang akhirnya meledak,” kata Irwan. Ia menekankan bahwa kejadian seperti ini harus menjadi peringatan keras bagi Indonesia, terutama karena secara tektonik, wilayah Kamchatka memiliki kemiripan dengan zona megathrust di pantai barat Sumatra dan selatan Jawa. Kedua wilayah di Indonesia ini juga sudah lama tidak mengalami gempa besar, sehingga berpotensi mengalami risiko serupa yang harus diwaspadai.
Gempa Rusia Guncang Dunia Ancaman Tsunami dan Pentingnya Sistem Peringatan Dini
Hal yang paling mengkhawatirkan dari gempa di Rusia adalah potensi tsunami yang menyertainya. Gelombang setinggi 60 cm sempat terdeteksi di pantai utara Jepang. “Ini artinya energi gelombang menjalar jauh dan sampai ke kawasan timur Indonesia dalam waktu 8 hingga 10 jam sejak guncangan,” jelas Irwan.
Meskipun wilayah Kamchatka berpenduduk jarang, sistem mitigasi dan peringatan dini terbukti sangat menentukan. Irwan memuji kesiapan Jepang yang patut dicontoh, terutama dalam sistem deteksi dini tsunami yang berbasis pada pengamatan tekanan dan pasang surut.
“Jepang tidak hanya mengandalkan model perhitungan, tapi juga sistem observasi langsung. Inilah yang membuat mereka bisa memberikan peringatan akurat dan cepat,” ujarnya.
Indonesia Harus Bertindak Cepat
Gempa Kamchatka harus menjadi cermin bagi Indonesia untuk mempercepat penguatan sistem peringatan dini. Mengingat sebagian besar wilayah Indonesia berada di jalur megathrust yang sangat aktif, kesiapsiagaan harus menjadi prioritas. Prof. Irwan menekankan bahwa kesiapan ini harus didasarkan pada sains dan teknologi terkini, bukan hanya reaksi setelah bencana terjadi.
“Jangan menunggu bencana besar untuk bergerak,” tegas Irwan. Ia mengingatkan Indonesia untuk mencontoh ketekunan, konsistensi, dan investasi jangka panjang yang dilakukan Jepang dalam sistem mitigasi. Ancaman gempa megathrust, khususnya di kawasan selatan Jawa dan Sumatra, menjadikan kejadian di Rusia sebagai pengingat bahwa kesiapan adalah suatu keharusan, bukan pilihan.