Beranda » Alarm Pensiun Indonesia: Pendapatan Pensiunan Hanya 10-15 Persen Gaji, Jauh di Bawah Standar Global

Alarm Pensiun Indonesia: Pendapatan Pensiunan Hanya 10-15 Persen Gaji, Jauh di Bawah Standar Global

Tangerang Selatan – Masa pensiun mayoritas masyarakat Indonesia berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan dan sangat rentan. Hal ini disebabkan oleh jurang yang lebar antara pendapatan terakhir pekerja dengan jaminan penghasilan yang mereka terima setelah memasuki usia non-produktif.

Baca Juga : ChatGPT Atlas Resmi Dirilis: Cara Menggunakan Browser AI Revolusioner dari OpenAI

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa rasio pengganti pendapatan (replacement ratio) saat pensiun di Indonesia saat ini hanya berkisar antara 10 hingga 15 persen dari gaji terakhir.

Angka ini sangat jauh di bawah standar minimum yang ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), yaitu minimal 40 persen.

“Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki jaminan pendapatan yang memadai setelah usia pensiun,” ujar Ogi Prastomiyono dalam acara Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) di Tangerang Selatan, Kamis (23/10/2025).

Sebagai ilustrasi, jika seorang pekerja memiliki gaji bulanan Rp 10 juta sebelum pensiun, berdasarkan standar ILO, ia seharusnya menerima manfaat dana pensiun minimal Rp 4 juta per bulan. Namun, dengan rasio Indonesia saat ini, pekerja tersebut hanya menerima Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta, sebuah penurunan drastis yang berpotensi memicu kesulitan ekonomi di usia senja.

Aset Dana Pensiun Indonesia Tertinggal Jauh dari Negara Tetangga

Rendahnya replacement ratio ini berakar pada kurangnya pendalaman pasar dan aset dana pensiun nasional. Ogi menjelaskan, aset dana pensiun Indonesia pada tahun 2024 baru mencapai Rp 1.509,9 triliun, yang setara dengan sekitar 6,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meskipun OJK menargetkan porsi ini meningkat menjadi 8 persen dari PDB pada tahun 2025, angka tersebut masih tertinggal sangat jauh jika dibandingkan dengan negara-negara maju anggota OECD, bahkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara.

Sebagai perbandingan yang mencolok, aset dana pensiun Malaysia telah mencapai sekitar 60 persen terhadap PDB mereka. Kesenjangan ini menunjukkan tantangan besar bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi keuangan pensiunan.

Rendahnya Tingkat Kepesertaan

Kondisi aset yang tertinggal ini berjalan paralel dengan rendahnya tingkat kepesertaan dalam program pensiun wajib di Indonesia. Hingga tahun 2024, jumlah peserta program pensiun wajib baru mencapai 23,6 juta pekerja dari total 144,6 juta angkatan kerja. Ini menyiratkan bahwa sebagian besar angkatan kerja Indonesia belum terlindungi secara memadai saat memasuki masa pensiun.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menambahkan bahwa hingga Agustus 2025, total aset dana pensiun telah mencapai Rp 1.593 triliun, atau 7,2 persen dari PDB 2024. Sementara itu, jumlah peserta telah meningkat sedikit menjadi 29 juta orang dengan total 188 entitas dana pensiun, di mana hanya tiga di antaranya merupakan program pensiun wajib, sedangkan sisanya bersifat sukarela.

“Masih banyak yang harus ditingkatkan untuk pendalaman pasar di sektor dana pensiun,” tegas Ogi.

Kolaborasi dan Target Reformasi Jangka Panjang

Menghadapi tantangan ini, OJK menekankan pentingnya reformasi dan kolaborasi lintas lembaga untuk membangun sistem pensiun yang inklusif dan berkelanjutan.

“Dari seluruh upaya reformasi yang kita jalankan, satu hal yang menjadi kunci keberhasilan adalah kolaborasi. Kolaborasi dilakukan secara strategis dari berbagai para stakeholders,” kata Ogi.

Pemerintah sendiri telah menetapkan target ambisius dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN):

  • Meningkatkan rasio aset dana pensiun terhadap PDB menjadi 11,2 persen pada tahun 2029.
  • Mencapai rasio 20,4 persen pada tahun 2045.

Untuk mencapai target tersebut dan menjamin kesejahteraan ekonomi yang layak bagi para pensiunan di masa depan, diperlukan terobosan regulasi, peningkatan kesadaran masyarakat, dan perluasan cakupan program pensiun wajib ke seluruh segmen angkatan kerja.

madebekel

Kembali ke atas