Jakarta – Serangan Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Minggu (22/06) telah memicu kekhawatiran global, termasuk di Indonesia, akan potensi eskalasi konflik Iran-Israel menjadi Perang Dunia III. Namun, para pengamat menilai bahwa skenario terburuk itu belum tentu terjadi dan mengimbau masyarakat untuk “tidak perlu khawatir”.
Baca Juga : World App Buka Suara: Klarifikasi Soal Insentif dan Keamanan Data Biometrik
Belum Ada Eskalasi Besar, Diplomasi Jadi Kunci.
Dina Sulaeman adalah dosen hubungan internasional di Universitas Padjajaran dan direktur Indonesia Center of Middle East Studies. Ia menilai bahwa meskipun AS sudah terlibat, “belum ada eskalasi yang mengarah ke perang yang lebih besar.”
Senada, pengamat geopolitik dan hubungan internasional, Dian Wirengjurit, yang pernah menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk Iran (2012-2016), meminta warga untuk “tidak perlu khawatir.” Ia meyakini bahwa para pemimpin dunia akan mengintensifkan “upaya diplomasi” agar konflik tidak membesar dan menimbulkan lebih banyak korban.
“Negara seperti Qatar, Oman, Mesir, Uni Emirat Arab, sudah mulai bergerak untuk upaya diplomasi. Jangankan mencegah perang dunia, mereka mencegah perang meluas ke wilayah mereka,” kata Dian kepada BBC News Indonesia, Senin (26/06). Ia menambahkan bahwa negara-negara lain di kawasan tidak akan rela wilayahnya dijadikan medan perang, apalagi jika mereka bukan “pemain” utama.
Oleh karena itu, Dian mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu cemas karena “dunia pun tidak akan diam saja” jika konflik ini terus meningkat.
Indikasi Menuju Perang Dunia III Menurut Para Pakar
Menurut Dina Sulaeman, Perang Dunia III akan terjadi jika konflik sudah melibatkan “aktor” dari banyak negara di kawasan yang berbeda. Keterlibatan AS saat ini belum mengindikasikan perang dunia. Serangan yang dilancarkan AS hanya bertujuan membantu Israel dalam konflik dengan Iran. Serangan itu bersifat “terbatas”, bukan serangan besar-besaran.
Dina dan Dian sepakat bahwa Perang Dunia III bisa terjadi jika AS melakukan serangan besar-besaran dan negara-negara lain seperti Rusia dan China, yang juga sekutu Iran, mulai terlibat langsung.
“Kalau misalnya betul-betul serangan yang besar-besaran dan Iran juga, misalnya, menutup Selat Hormuz, itu kepentingan Rusia maupun China akan terganggu. Nah, mungkin pada saat itu juga akan ada intervensi,” jelas Dina.
Arti Keikutsertaan AS dalam Konflik Iran-Israel
Dina Sulaeman menjelaskan bahwa keikutsertaan AS dalam konflik Iran-Israel berakar pada doktrin kebijakan luar negeri AS, yaitu mengamankan Israel.
“Amerika Serikat sendiri doktrin kebijakan luar negerinya itu adalah mengamankan Israel, jadi keamanan nasional Amerika sama dengan keamanan nasional Israel. Itulah sebabnya pemerintah Amerika Serikat sejak lama, bukan hanya Trump saja, betul-betul berusaha menekan pemerintahan-pemerintahan yang terlihat berbahaya buat Israel,” paparnya.
Serangan Amerika Serikat dan Respon Iran
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berulang kali mendesak Presiden AS Donald Trump untuk menyerang Iran, dengan dalih bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir.
Pada Minggu (22/06), Trump melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan. Dalam pidatonya, Trump menegaskan, “Kami bertujuan menghancurkan kapasitas pengayaan nuklir Iran dan menghentikan ancaman nuklir.” Ia menyebut Iran sebagai negara pendukung teror nomor satu di dunia. Trump juga memperingatkan Iran untuk menghentikan perang dengan Israel. “Jika tidak, serangan di masa depan akan jauh lebih besar dan lebih mudah,” tambahnya.
Pasca-serangan AS, Iran segera melancarkan serangan balasan ke Israel, dan Israel juga membalas menyerang Iran.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, langsung mengunjungi Moskow pada Senin (23/06) untuk meminta bantuan lebih lanjut dari Rusia pasca-serangan AS. Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam sambutan yang disiarkan langsung di televisi, menyebut serangan AS “sama sekali tidak beralasan” dan “tidak dapat dibenarkan.”
“Saya sangat senang Anda berada di Moskow hari ini. Ini memberi kita kesempatan untuk membahas semua topik yang sulit ini dan berpikir bersama bagaimana menemukan jalan keluar dari situasi saat ini,” tambah Putin.
Presiden Iran dan Rusia telah menandatangani “perjanjian kemitraan strategis komprehensif” awal tahun ini. Namun, perjanjian itu tidak membentuk aliansi militer dan tidak mewajibkan Rusia membela Teheran.
Baca Selengkapnya : Nilai Ekspor Produk Halal RI ke Australia Kuartal I/2025 Tembus Rp 2,5 Triliun