Beranda » Kemiskinan Ekstrem Turun-Temurun di Tengah Lahan BUMN: Kisah Buniman dan Permukiman Generasi Ketiga

Kemiskinan Ekstrem Turun-Temurun di Tengah Lahan BUMN: Kisah Buniman dan Permukiman Generasi Ketiga

Dusun Silosanen – Cerita mengenai kemiskinan ekstrem di tengah area konsesi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukan hanya milik Saniman. Di Dusun Silosanen, dusun tetangga, potret kerentanan serupa dialami oleh Buniman (65). Kisah Buniman ini terekam dalam perjalanan tim Ekspedisi Nusaraya yang menelusuri warga miskin ekstrem di tengah lahan milik BUMN pada Jumat (28/11/2025) hingga Sabtu (29/11/2025).

Baca Juga : Analisis Pasar: Rupiah Melemah Tipis di Tengah Penguatan Mayoritas Mata Uang Asia

“Ngobrol di luar saja ya, di dalam berantakan,” ujar Buniman saat menyambut tim di kediamannya.

Gambaran Hunian dan Keterbatasan Infrastruktur

Rumah Buniman secara struktural lebih baik dibandingkan rumah Saniman, berwujud bangunan permanen meskipun tampak membutuhkan perbaikan yang signifikan di banyak bagian. Rumah seluas sekitar 4×10 meter itu, menurut pengakuannya, berdiri di atas lahan perkebunan milik PTPN I Regional V.

Kondisi interior rumah menunjukkan keterbatasan infrastruktur dasar:

  • Struktur: Atap dan plafon rumah mulai terlihat rapuh dan rusak.
  • Dapur: Area memasak masih mengandalkan tungku tradisional.
  • Sanitasi: Fasilitas kamar mandi tidak tersedia, sehingga aktivitas buang air besar harus dilakukan di sungai yang mengalir tepat di belakang rumah.

Rumah tersebut terdiri dari empat ruangan. Dua ruangan besar difungsikan sebagai ruang tamu dan dapur, sementara dua ruangan yang lebih kecil digunakan sebagai tempat tidur bagi penghuni.

Kemiskinan Sebagai Warisan Generasi

Buniman merupakan bagian dari keluarga yang telah menetap di lokasi tersebut sejak masa kolonial Belanda. Ia mengaku sebagai generasi ketiga yang tinggal di tengah area yang kini menjadi perkebunan milik negara itu.

“Keturunan saya yang datang dan tinggal pertama di daerah ini tidak tahu siapa. Tapi yang saya tahu sejak buyut, lalu bapak saya, sudah di sini,” ujar Buniman, menunjukkan akar permukiman mereka yang sudah mengakar lama.

Saat ini, Buniman tinggal bersama enam anggota keluarganya: istri bernama Iyem (63), tiga anak—Iflah, Umar, dan Ferdi—serta dua orang cucu dari Iflah. Salah satu anak Buniman, Baihaqi, terpaksa merantau ke Bali untuk mencari nafkah sebagai kuli bangunan.

Keterbatasan ekonomi yang dialami Buniman dan keluarganya, yang telah berlangsung sejak masa buyut mereka tinggal di area perkebunan, menjadi contoh nyata dari kemiskinan ekstrem yang bersifat turun-temurun dan berkelanjutan, terisolasi di tengah lahan yang seharusnya menjadi aset produktif negara.

madebekel

Kembali ke atas